IDE KREATIF : Bisnis kaset musik benar-benar hampir musnah ditelan zaman digitalisasi media. Para pedagang spesialis kaset bekas pun sudah mulai berguguran. Toko besar yang menyediakan kaset pun tinggal segelintir, itupun sudah ngos-ngosan menghadapi mudahnya orang mengunduh gratis lagu-lagu di internet. Sebagian orang mungkin tak akan menyangka masih ada toko yang menjual kaset. Bagi sebagian orang pula, kaset mungkin sudah usang.
Kaset yang semula dianggap sebagai karya ajaib teknologi audio pada awal kemunculannya tahun 1963, kini sudah dianggap barang antik. Lebih gampang bertukar lagu melalui perangkat digital. Namun masih banyak segelintir orang yang menemukan sensasi tersendiri ketika mendengarkan alunan lagu dari putaran pita-pita tipis warna coklat itu. Dimana saja sih tempat Toko-toko kaset yang masih bertahan hingga saat ini ?
1. Blok M Square Jakarta
Blok M Square masih bertahan hingga saat ini, lokasinya nyaman untuk dikunjungi karena strategis dan menyediakan banyak lahan parkir. Selain itu, pusat perbelanjaan yang berada di dalam kawasan Blok M itu terletak dekat dengan Terminal Blok M sehingga mudah diakses dengan angkutan umum.
Banyak kolektor berburu kaset di Blok M Square 2-3 kali dalam sebulan, pengunjung pasar musik ”jadoel” itu berasal dari beragam kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga ibu rumah tangga. Para penggemar musik rela mengeluarkan uang puluhan ribu hingga jutaan rupiah demi membeli kaset dan piringan hitam buruan mereka. Piringan hitam, misalnya, dihargai mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 1 juta per keping.
2. Toko Kaset di Samping Gerbang Tol Ciledug
Jalanan di Ciledug Raya pada 1980 masih bolong-bolong. Kendaraan yang lewat belum terlalu banyak. Metromini dari Blok M hanya sampai daerah Batas. Delman, masih santai lalu-lalang. Di era emas Rhoma Irama itu, Yuliarni bersama suaminya mulai memajang berbagai kaset di tokonya.
Sampai saat ini, kaset-kaset masih berjajar di dalam tiga lemari kacanya. Di etalase depan, kaset-kaset tradisional, dan album lawas berjajar. Sebagian musik Minang dan lagu anak-anak di rak pertama dan kedua. Sementara, di bagian atas rak, album-album musisi 80-an, tersusun; Ada Broery Marantika, Franky and Jane, Black Sweet dan Ebiet G Ade.
3. Toko Kaset Kartika, Kota Muntilan, pasti dilewati dalam perjalanan dari Jogja ke Magelang
Untuk ukuran kota kecil seperti Muntilan, toko kaset ini lumayan lengkap koleksinya. Album-album terbaru dari artis-artis utama baik dalam
dan luar negeri mudah ditemui. Kalau yang indie-indie agak susah. Harap maklum. Tapi album My Diary-nya punya Mocca sempat mampir lho.
Menginjak medio 2004-2005, keberadaan toko kaset ini terusik dengan maraknya counter-counter telepon selular yang menyediakan layanan pengisian koleksi lagu berformat mp3 yang tentunya ilegal. Juga lapak-lapak CD bajakan di pasar dan terminal Muntilan.
Di toko ini harga kaset pita dibanderol Rp20.000-Rp25.000/buah. Sedangkan harga sekeping CD dan VCD dipatok Rp35.000-Rp150.000/buah. Disparitas harga yang tinggi ini rupanya cukup menjadi pertimbangan konsumen pencinta musik.
Sedangkan konsumen yang membeli kaset pita di toko ini berasal dari semua kalangan. Pertumbuhan penjualan dari tahun ke tahun, diakui Siti sebagai pemilik, memang menurun. Namun, nyatanya penggemar penyimpan suara klasik ini toh masih tetap ada.
Sedangkan konsumen yang membeli kaset pita di toko ini berasal dari semua kalangan. Pertumbuhan penjualan dari tahun ke tahun, diakui Siti sebagai pemilik, memang menurun. Namun, nyatanya penggemar penyimpan suara klasik ini toh masih tetap ada.
Warga Bandar Lampung yang meminati kaset lagu tape, umumnya berusia 40 tahun ke atas. Para pembeli kaset pita hitam ini ingin mengenang masa muda di eranya. “Di zaman mereka muda, kaset tape ini masih booming, jadi ingin mengenang masa muda dengan membeli kaset-kaset penyanyi lawas,” toko yang terletak di basement Chandra Tanjungkarang, Bandar Lampung ini menyediakan kaset lagu Indonesia dan barat, serta kaset religi. Kaset-kaset yang dijual di Duta Music berkisaran antara Rp18 ribu hingga Rp. 22 ribu untuk semua jenis musik.
Cara unik untuk memanjakan konsumen, toko kaset ini menyediakan layanan self service kepada calon pembeli. Pengunjung memilih sendiri kaset kemudian memutarnya di tape pakai headphone, menarik bukan
Toko kaset Melody dan Metal,itu adalah dua toko kaset yang tersisa di Jember. Saat masa jaya kaset, ada banyak sekali toko kaset di Jember. Tapi yang paling terkenal ada tiga: Pinokio, Metal, dan Melody.Uniknya, ketiga toko kaset ini berada dalam ruas jalan yang sama. Metal dimiliki oleh satu keluarga besar Tionghoa.
Selain kaset, mereka juga membuka usaha fotografi dengan nama yang sama. Usaha fotografinya cenderung tahan lama. Sampai sekarang masih ada dan tetap besar. Tokonya pas di samping Melody.
Sebuah toko musik di daerah Dipati Ukur ternyata masih menjual kaset-kaset bekas serta piringan hitam. Toko musik tersebut bernama DU 68, lokasinya tepat di seberang pom bensin Dipati Ukur, Bandung, Jawa Barat. “Koleksi piringan hitam di sini sudah mencapai ribuan keping,” kata pemilik DU68, Irham Vickry. Selain menjual piringan hitam, toko musik DU68 juga menjual alat pemutarnya.
Untuk sekeping piringan hitam, harganya bisa mencapai Rp 50.000 – Rp 200.000. Untuk alat pemutarnya, harganya bisa mencapai Rp 300.000 hingga Rp 500.000, tergantung kondisi alat tersebut.
Toko Kaset Megah Terang, anda pasti akan terheran-heran ketika mengunjungi salah satu toko di Kawasan Pasar 45 Manado ini. Yah, di tengah perkembangan zaman dan persaingan bisnis, toko milik Ko Daniel Limanauw masih bertahan dengan bisnis kaset tape.
Meski mengaku mulai ditinggalkan pelanggan, namun pria paru baya ini mengaku akan terus bertahan dengan kaset tape ini. “Saya paham betul seperti apa perkembangan kaset, saya mengenal bisnis ini sejak usia 20-an, dan sekarang sudah tua seperti ini.
Kalau dihitung-hitung, boleh 40 tahun lebih saya melakoni hal ini,”. Ko Daniel sadar, perkembangan kaset tape di Sulut semakin menurun. Menurutnya, banyak rekan-rekannya yang terpaksa gulung tikar karena tidak ada pelanggan sama sekali. “Orang sudah tidak suka kaset. Apalagi tahun ini, kalau dihitung-hitung perharinya, hanya ada satu sampai dua pembeli. Bahkan di hari-hari tertentu sama sekali tidak ada pembeli,” jelasnya pemilik ribuan koleksi kaset tape ini.
Toko tersebut adalah Toko Kaca Mata Indah. Jangan terjebak dengan namanya, toko itu tak hanya menjual kacamata. Saat masuk toko itu, pengunjung akan mendapati kaos-kaos tim sepakbola di sebelah kanan. Sementara di sisi kiri terdapat jam tangan dan jam dinding. Lebih ke dalam ada kaset-kaset dan compact disc. Johny Mongdong, pemilik Toko Kaca Mata Indah, mengatakan, tiap hari ada saja yang mencari kaset kendati tak seperti tahun 90-an atau awal-awal 2000-an. "Tiap hari ada saja. Mereka biasanya berasal dari desa-desa atau yang sering bekerja di kebun," kata pria berkacamata ini di balik meja kasirnya, pria yang biasa disapa Ko Tian ini mengaku sudah berencana tak menjual lagi kaset dan beralih ke barang lain. Namun, entah kapan. Ko masih merasa sayang dengan kaset-kaset tersebut. "Saya saat ini mencari perangkat audio pemutar kaset untuk di mobil. Soalnya, banyak koleksi lagu yang ingin saya dengarkan.
enda.roses via kaskus.co.id
Post A Comment:
0 comments: